BANYUWANGI - Peraturan disiplin anggota Polri adalah serangkaian norma untuk membina, menegakkan disiplin dan memelihara tata tertib kehidupan anggota Polri. Dalam hal kehidupan berumahtangga, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), mengeluarkan Perpol Nomor 6 Tahun 2018 yang mengatur tata cara pengajuan perkawinan, perceraian, dan rujuk bagi anggotanya. Sedangkan akibat hukum jika oknum anggota kepolisian yang melakukan perkawinan poligami tanpa ijin, ketahuan baik istri atau pihak lain dan dilaporkan pada atasannya, maka oknum anggota tersebut akan dikenai sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku yang dituangkan dalam Kode Etik Kepolisian.
Praktek perkawinan poligami yang ada di tengah-tengah masyarakat terdapat banyak ragam dan bentuk dalam pelaksanaanya. Ada pernikahan poligami yang memang telah mendapatkan izin dari Pengadilan Agama resmi melalui prosedur yang ditetapkan oleh undang-undang, namun tidak sedikit pula praktek perkawinan poligami yang dilakukan secara sirri (pernikahan poligami yang tidak memperoleh izin dari Pengadilan Agama sehingga tidak dicatatkan).
Seorang anggota kepolisian merupakan abdi negara, yang mempunyai tugas menjaga keamanan dan ketertiban negara, maka untuk menjalankan tugasnya itu, dimulai menjaga keutuhan dan keharmonisan rumah tangganya. Apabila rumah tangga harmonis, jelas untuk menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparat penegak hukum serta menjaga keamanan dan ketertiban negara bisa berjalan dengan baik. Anggota Kepolisian hanya boleh mempunyai istri satu atau menganut monogami.
Penerapan larangan berpoligami bagi anggota Polri tertuang dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengajuan Perkawinan, Perceraian dan Rujuk Bagi Pegawai Negeri Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam Pasal 4 ayat (1) jelas menyebutkan Pegawai Negeri pada Polri hanya diijinkan mempunyai seorang istri/suami. Sedangkan yang dimaksud dengan Pegawai Negeri pada Polri dijelaskan dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 Pasal 2 yang menyebutkan bahwa Pegawai Negeri pada Polri adalah anggota Polri dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Polri.
Terhadap persoalan-persoalan tersebut, seorang polisi dapat dikenakan sanksi karena termasuk melakukan tindakan pelanggaran Kode Etik Kepolisian. Dasar hukumnya bisa dilihat dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Keputusan Kapolri Tahun 2003 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian. Selain itu ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Polri sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011.
Anehnya, aturan yang sudah jelas tersebut dihiraukan oleh salah satu oknum anggota kepolisian yang saat ini bertugas di Polresta Banyuwangi. Oknum anggota berinisial DH yang saat ini menjabat sebagai Kanit di Satreskrim tersebut di duga kuat telah melakukan praktek poligami tanpa ijin dari Pengadilan Agama dengan wanita berinisial VR warga Desa Kembiritan Kecamatan Genteng. Mirisnya lagi, dari hubungan keduanya telah terjalin selama bertahun-tahun itu telah menghasilkan seorang anak yang tidak berdosa.
Dengan adanya kejadian ini, Kapolresta Banyuwangi selaku pimpinan dan Ankum terhadap oknum anggota berinisial DH ini, harus bertindak tegas. Ketegasan Kapolresta Banyuwangi dalam menegakkan Peraturan Kepolisian Negara Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 ini, bisa dijadikan pelajaran bagi anggota kepolisian yang lain.